Penolakan ini dikukuhkan dalam sebuah kesepakatan kolektif pada Senin, 23 Juni 2025, yang sekaligus menjadi penanda dimulainya perjuangan untuk mempertahankan gedung yang dianggap sebagai simbol hakikat dan martabat jurnalis di Indramayu.
Ketua IWOI Indramayu, Atim Sawano, menyerukan seluruh anggotanya untuk bersatu dan siap menggelar aksi besar. "Kami siap membantu menggelar unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPRD dan Kantor Bupati Indramayu pada Rabu, 25 Juni 2025, jika Pemerintah Kabupaten Indramayu tidak memberikan jawaban positif terkait pencabutan surat perintah pengosongan tersebut," tegas Atim.
Senada dengan IWOI, Ketua Forum Komunikasi Jurnalis Indramayu (FKJI), Asnawi, juga menyatakan penolakan mutlak terhadap kebijakan pengosongan GPI. Asnawi menekankan potensi dampak serius jika aspirasi wartawan diabaikan oleh Pemkab Indramayu. "Apabila Pemerintah Daerah tidak segera menanggapi aspirasi jurnalis, dikhawatirkan akan menciptakan situasi yang tidak kondusif, bahkan berpotensi memengaruhi kepercayaan investor yang bisa merasa tidak nyaman berada di Indramayu. Hal ini tentu dapat berdampak negatif pada iklim investasi daerah," jelas Asnawi, menyoroti konsekuensi yang lebih luas dari kebijakan tersebut.
Sebagai bentuk protes awal, 21 Organisasi jurnalis lainnya telah berpartisipasi aktif dalam mendirikan posko darurat "Selamatkan Graha Pers Indramayu" selama tiga hari di halaman gedung GPI. Posko ini telah beroperasi sejak Senin, 23 Juni 2025, menjadi pusat perjuangan dan simbol komitmen para jurnalis dalam menjaga kebebasan pers serta martabat profesi di Indramayu.
Ketua Atim menambahkan, Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) adalah organisasi profesi jurnalis yang beranggotakan wartawan media online dan cetak di seluruh Indonesia. dan IWOI berkomitmen untuk menjunjung tinggi etika jurnalistik, meningkatkan kualitas profesi wartawan, serta memperjuangkan hak-hak dan kebebasan pers.
(Karyono)
