Kayong Utara – Menanggapi pernyataan Humas PT Kalimantan Agro Pusaka (KAP) yang menyebut keterlambatan HGU mereka disebabkan tumpang tindih lahan dengan kawasan cadangan transmigrasi, aktivis buruh dan Lingkungan Abdul Khaliq menilai pernyataan tersebut tidak menghapus fakta pelanggaran yang telah terjadi. Minggu 25/05/2025.
"Apapun alasannya, fakta bahwa PT KAP telah membuka, menanami, dan mengelola ribuan hektar lahan tanpa izin resmi adalah pelanggaran. Tidak bisa dibenarkan hanya karena sedang 'proses pengurusan'. Ini bukan soal kurang koordinasi administratif, ini soal kejahatan tata kelola lahan," tegas Khaliq, eks Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kayong Utara periode 2013–2023.
Khaliq mempertanyakan bagaimana mungkin sebuah perusahaan besar bisa mengabaikan prinsip dasar legalitas dalam pembukaan lahan, lalu meminta pemerintah "mensuport revisi atau pencabutan SK" untuk melegalkan tindakan tersebut.
“Kalau ini dibenarkan, maka ke depan akan jadi preseden buruk: garap dulu lahannya, tunggu pohon besar, baru urus izin. Hukum jadi formalitas belaka. Apalagi sekarang muncul sinyal adanya dorongan dari elite politik lokal untuk menyesuaikan aturan demi kepentingan korporasi,” ujarnya.
Menurutnya, jika benar ada tumpang tindih dengan cadangan transmigrasi sejak SK Gubernur 1986, seharusnya perusahaan tidak membuka lahan hingga masalah itu tuntas. “Mengklaim keterbukaan terhadap proses hukum setelah melanggar hukum selama bertahun-tahun adalah bentuk impunitas terselubung,” kata Khaliq.
Ia juga menyerukan kepada Gakkum KLHK, Ombudsman RI, Komisi II DPR RI, dan Kantor Wilayah ATR/BPN untuk turun tangan mengusut kasus ini secara objektif. “Jangan sampai ada pemutihan hukum dengan kemasan investasi. Rakyat butuh keadilan, bukan kompromi terhadap pelanggaran,” tutupnya
(Daniel Takhila Mandu, S.H)